Labuhan Bajo (119(superscript: o)83'E; 8(superscript: o)57'S), adalah sebuah kota kecamatan yang merupakan bagian dari Kabupaten Manggarai NTT. Tepatnya kota ini terletak di ujung barat pulau Flores yang berseberangan langsung deng pulau Rinca dan Komodo. Sebuah kota yang bersahaja dan ramah. Sebuah kota yang kurang lebih mengingatkan saya dengan salah satu serial TV "the Nothern Exposure". Ikan adalah produk utama dari kota kecamatan ini dan percaya deh,jikalau melihat jumlah dan ukuran, cukup mencengangkan. Disamping itu potensi pariwisata yang di miliki oleh kota kecil ini sangat mengagumkan. Begitu banyak wisatawan manca negara yang berdatangan ke kota ini, meski dengan sarana transportasi yang terbatas dan boleh di bilang setengah reguler, untuk menikmati pemandangan laut dan melakukan olahraga bawah laut atau yang lebih di kenal dengan diving. Ada banyak titik lokasi diving yang dapat di nikmati oleh para wisatawan, juga snorkelling dan di beberapa tempat bahkan lebih khusus untuk night dive. Ini jugalah yang pada akhirnya membuatku tertantang untuk mengarungi beberapa dari gugus pulau ini antara lain Pulau Kalong, Pulau Paniarah, Pulau Bidadari hingga Pulau Rinca dimana kami menjumpai beberapa ekor fauna purba nan unik Komodo. Dengan menumpang "Johannes III", kapal boat yang berukuran kurang lebih 30 GT yang di modifikasi khusus untuk kebutuhan wisata bahari, pertama-tama kami singgah di sebuah gugus pulau Paniarah. Disini terkagum-kagum akan panorama terumbu karang bawah air nan indah. Di beberapa tempat memang ada lubang-lubang bekas aksi pemboman, namun syukurlah kegiatan pemboman ini kini sudah di kategorikan sebagai satu kegiatan illegal. Dapat segera terasa sejuknya suhu air laut yang membuai dan mata kami sangat di puaskan akan keindahan alam bawah laut di kawasan ini. Terkesan warna-warni yang di tampilkan oleh terumbu karang serta fauna laut yang seolah terbang kesana kemari begitu memanjakan mata dan pikiran kami semua. Tanpa terasa 30 menit berlalu dan nakhoda kapal memberikan isyarat untuk naik kembali ke kapal dan kami melanjutkan kembali perjalanan menuju pulau Rinca, melewati gugus-gugus pulau lain. Di Pulau Rinca, kami merapat di dermaga Loh Buaya, yang juga merupakan dermaga Taman Nasional Komodo. Dari dermaga menuju kantor Pengawas Taman Nasional kami harus berjalan kaki sepanjang kurang lebih 300 meter. Dalam perjalanan kami sempat berpapasan dengan seekor baby Komodo yang berbaring malas di pinggir jalan dan seolah tak mengacuhkan kami. Setelah yakin situasi aman dan tak ada lagi Komodo lain yang berkeliaran, kami pun kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor pengawas Taman Nasional. Di perjalanan kami berpapasan dengan rombongan turis yang kelihatannya sangat kecewa karena tidak mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan kadal-kadal raksasa ini. Kami masih melanjutkan perjalanan dan akhirnya ketika tiba di komplek Kantor Pengawas Taman Nasional, beberapa dari pemandu yang berada di sana berteriak memanggil untuk mendekat ke arahnya, dan benar saja, ada sekitar 5 kadal raksasa sedang berjalan mendekat umpan ayam yang di sembelih (yang seyogyanya di peruntukkan bagi rombongan turis sebelum kami tadi). Luar biasa, begitu besar dan semakin menyeramkan ketika terdengar desis yang mereka keluarkan. Pantaslah kiranya diberikan julukan lain untuk binatang ini yang lebih di kenal di dunia internasional yaitu Komodo Dragon. Karena raut kepalanya memang seperti inspirasi dari visualisasi dari pada binatang legenda Naga atau Dragon. Sejenak kami semua terkagum dan terpana akan pemandangan ini, sampai kami tersadarkan bahwa kami tidak bisa tinggal diam di satu tempat saja mengingat binatang-binatang ini sangat dinamis dan berjalan kesana kemari. Seolah sedang melancarkan strategi pengepungan dua dari meraka berjalan kearah samping kiri dan kekanan ke arah kami. Sang pawang pun tak kalah pintar mengalihkan perhatian yang satu dengan mengunakan tongkat bercabang-nya (yang memang merupakan tongkat pemandu). Melihat temannya sekarang mengejar sang pawang, komodo yang satunya pun akhirnya ikut mengejar sang pawang dan tanpa mereka sadari mereka malah kembali kekerumunan mereka semula. Gerimis turun, kami pun berteduh di kantor Pengawas, mengisi buku tamu dan membayar retribusi Rp 2,000.-. Melihat-lihat informasi yang terpampang di dinding kantor pengawas serta berbincang-bincang dengan para pemandu yang juga tak kalah menariknya. Mungkin diantara anda sekalian familiar dengan "wallace line", nah menurut penjelasan bapak pengawas taman nasional, di kawasan ini lah letak dari pada "wallace line" tersebut. Ciri yang terutama dari pada hal tersebut adalah ragam flora dan fauna yang unik yang hidup di kawasan ini. Begitu unik seolah disini adalah letak pertemuan/percampuran flora dan fauna yang hidup di belahan bumi bagian timur dan barat. Hujan berhenti, kami pun beranjak kembali ke dermaga. Untuk kembali pulang menuju Labuhan Bajo. Dalam perjalanan pulang hujan turun lagi. Cuaca berangin dan lumayan dingin. Menjelang Labuhan Bajo kami melewati pulau yang sebenarnya hanyalah gugusan karang yang ditumbuhi hutan mangrove. Orang di sekitar situ menamakan pulau tersebut "Pulau Kalong". Sesuai dengan namanya di pulau tersebut ribuan kalong bersarang dan pada waktu sore terlihat mereka berbaris berbondong-bondong terbang ke arah daratan mencari makan. Perjalanan pulang kami kebanyakan di isi dengan senda gurau bersama-sama dengan anak buah kapal "Johannes III" ini. Ada si Manto, Pak Ari yang banyak bercerita mengenai obyek-obyek wisata di sekitar Labuhan Bajo, serta ada juga yang bernama Piter. Tanpa terasa beberapa jam berlalu dan dermaga Labuhan Bajo sudah terlihat di depan, lampu-lampu mulai di nyalakan dan kami pun siap merapat. Berakhir sudah perjalanan singkat kami dan tak tahu lah kapan lagi kami akan bertemu, namun dalam hati kuikat janji untuk kembali lagi ke daerah sini tuk tuntaskan perjalanan tersisa. Labuhan bajo, 22 January 2002