Labuan    Bajo

story by: Piter Edward


Labuhan Bajo (119(superscript: o)83'E; 8(superscript: o)57'S), adalah
sebuah kota kecamatan yang merupakan bagian dari Kabupaten Manggarai NTT.
Tepatnya kota ini terletak di ujung barat pulau Flores yang berseberangan
langsung deng pulau Rinca dan Komodo. Sebuah kota yang bersahaja dan ramah.
Sebuah kota yang kurang lebih mengingatkan saya dengan salah satu serial TV
"the Nothern Exposure".

Ikan adalah produk utama dari kota kecamatan ini dan percaya deh,jikalau
melihat jumlah dan ukuran, cukup mencengangkan. Disamping itu potensi
pariwisata yang di miliki oleh kota kecil ini sangat mengagumkan. Begitu
banyak wisatawan manca negara yang berdatangan ke kota ini, meski dengan
sarana transportasi yang terbatas dan boleh di bilang setengah reguler,
untuk menikmati pemandangan laut dan melakukan olahraga bawah laut atau
yang lebih di kenal dengan diving. Ada banyak titik lokasi diving yang
dapat di nikmati oleh para wisatawan, juga snorkelling dan di beberapa
tempat bahkan lebih khusus untuk night dive. Ini jugalah yang pada akhirnya
membuatku tertantang  untuk mengarungi beberapa dari gugus pulau ini antara
lain Pulau Kalong, Pulau Paniarah, Pulau Bidadari hingga Pulau Rinca dimana
kami menjumpai beberapa ekor fauna purba nan unik Komodo.

Dengan menumpang "Johannes III", kapal boat yang berukuran kurang lebih 30
GT yang di modifikasi khusus untuk kebutuhan wisata bahari, pertama-tama
kami singgah di sebuah gugus pulau Paniarah. Disini terkagum-kagum akan
panorama terumbu karang bawah air nan indah. Di beberapa tempat memang ada
lubang-lubang bekas aksi pemboman, namun syukurlah kegiatan pemboman ini
kini sudah di kategorikan sebagai satu kegiatan illegal. Dapat segera
terasa sejuknya suhu air laut yang membuai dan mata kami sangat di puaskan
akan keindahan alam bawah laut di kawasan ini. Terkesan warna-warni yang di
tampilkan oleh terumbu karang serta fauna laut yang seolah terbang kesana
kemari begitu memanjakan mata dan pikiran kami semua. Tanpa terasa 30 menit
berlalu dan nakhoda kapal memberikan isyarat untuk naik kembali ke kapal
dan kami melanjutkan kembali perjalanan menuju pulau Rinca, melewati
gugus-gugus pulau lain.

Di Pulau Rinca, kami merapat di dermaga Loh Buaya, yang juga merupakan
dermaga Taman Nasional Komodo. Dari dermaga menuju kantor Pengawas Taman
Nasional kami harus berjalan kaki sepanjang kurang lebih 300 meter. Dalam
perjalanan kami sempat berpapasan dengan seekor baby Komodo yang berbaring
malas di pinggir jalan dan seolah tak mengacuhkan kami. Setelah yakin
situasi aman dan tak ada lagi Komodo lain yang berkeliaran, kami pun
kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor pengawas Taman Nasional.

Di perjalanan kami berpapasan dengan rombongan turis yang kelihatannya
sangat kecewa karena tidak mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan
kadal-kadal raksasa ini. Kami masih melanjutkan perjalanan dan akhirnya
ketika tiba di komplek Kantor Pengawas Taman Nasional, beberapa dari
pemandu yang berada di sana berteriak memanggil untuk mendekat ke arahnya,
dan benar saja, ada sekitar 5 kadal raksasa sedang berjalan mendekat umpan
ayam yang di sembelih (yang seyogyanya di peruntukkan bagi rombongan turis
sebelum kami tadi). Luar biasa, begitu besar dan semakin menyeramkan ketika
terdengar desis yang mereka keluarkan. Pantaslah kiranya diberikan julukan
lain untuk binatang ini yang lebih di kenal di dunia internasional yaitu
Komodo Dragon. Karena raut kepalanya memang seperti inspirasi dari
visualisasi dari pada binatang legenda Naga atau Dragon.

Sejenak kami semua terkagum dan terpana akan pemandangan ini, sampai kami
tersadarkan bahwa kami tidak bisa tinggal diam di satu tempat saja
mengingat binatang-binatang ini sangat dinamis dan berjalan kesana kemari.
Seolah sedang melancarkan strategi pengepungan dua dari meraka berjalan
kearah samping kiri dan kekanan ke arah kami. Sang pawang pun tak kalah
pintar mengalihkan perhatian yang satu dengan mengunakan tongkat
bercabang-nya (yang memang merupakan tongkat pemandu). Melihat temannya
sekarang mengejar sang pawang, komodo yang satunya pun akhirnya ikut
mengejar sang pawang dan tanpa mereka sadari mereka malah kembali
kekerumunan mereka semula.

Gerimis turun, kami pun berteduh di kantor Pengawas, mengisi buku tamu dan
membayar retribusi Rp 2,000.-. Melihat-lihat informasi yang terpampang di
dinding kantor pengawas serta berbincang-bincang dengan para pemandu yang
juga tak kalah menariknya. Mungkin diantara anda sekalian familiar dengan
"wallace line", nah menurut penjelasan bapak pengawas taman nasional, di
kawasan ini lah letak dari pada "wallace line" tersebut. Ciri yang terutama
dari pada hal tersebut adalah ragam flora dan fauna yang unik yang hidup di
kawasan ini. Begitu unik seolah disini adalah letak pertemuan/percampuran
flora dan fauna yang hidup di belahan bumi bagian timur dan barat.

Hujan berhenti, kami pun beranjak kembali ke dermaga. Untuk kembali pulang
menuju Labuhan Bajo. Dalam perjalanan pulang hujan turun lagi. Cuaca
berangin dan lumayan dingin. Menjelang Labuhan Bajo kami melewati pulau
yang sebenarnya hanyalah gugusan karang yang ditumbuhi hutan mangrove.
Orang di sekitar situ menamakan pulau tersebut "Pulau Kalong". Sesuai
dengan namanya di pulau tersebut ribuan kalong bersarang dan pada waktu
sore terlihat mereka berbaris berbondong-bondong terbang ke arah daratan
mencari makan.

Perjalanan pulang kami kebanyakan di isi dengan senda gurau bersama-sama
dengan anak buah kapal "Johannes III" ini. Ada si Manto, Pak Ari yang
banyak bercerita mengenai obyek-obyek wisata di sekitar Labuhan Bajo, serta
ada juga yang bernama Piter. Tanpa terasa beberapa jam berlalu dan dermaga
Labuhan Bajo sudah terlihat di depan, lampu-lampu mulai di nyalakan dan
kami pun siap merapat. Berakhir sudah perjalanan singkat kami dan tak tahu
lah kapan lagi kami akan bertemu, namun dalam hati kuikat janji untuk
kembali lagi ke daerah sini tuk tuntaskan perjalanan tersisa.


Labuhan bajo, 22 January 2002

Back