Indonesia…
dari masa purba hingga abad pertengahan

INDONESIA, NEGERI KITA TERCINTA DAHULU DIKENAL SEBAGAI NUSANTARA, HIKAYATNYA YANG TERSOHOR AKIBAT TERLETAK PADA PERSIMPANGAN STRATEGIS DI MANA SEMUA PERADABAN UTAMA DUNIA BERHASIL SALING MEMPENGARUHI SECARA BAIK, DIGABUNGKAN ALAM RINDANG SUBUR DIBERKAHI KEPADA KAMI, DEMIKIANLAH MENGHASILKAN KELIMPAHAN SUGIH AKAN TAMADDUN SANGAT CANGGIH DAN KOMPLEKS…MAKA KAMI INGIN MENGAJAK KALIAN IKUTI TAMASAYA RINGKAS INI SELINTAS PELBAGAI HALAMAN WARISAN BUDAYA KITA YANG MEMPESONAKAN.

SEDIAKALA

  Indonesia yang kini berada belum wujud selama periode Paleosene (70 juta tahun SM.), periode Eosene (30 juta tahun SM.), periode Oligasene (25 juta tahun SM.) dan periode Miosene (12 juta tahun SM.). Diperkirakan bahwa Indonesia semestinya bereksistensi pada tarikh Pleistosene (4 juta tahun SM.) manakala tersambung pada benua Asia. Hominid semula menjelma pada masa ini dan manusia Jawa (baca Java Man) menghuni bagian dunia yang sekarang disebutkan Indonesia. Manusia Jawa, dinamakan Pitekantropus Erektus oleh Eugence Dubois yang menemukan batus itu di pulau Jawa, tidak ayal lagi merupakan penduduk Indonesia pertama.

  Tatkala terjadi kenaikan pasang surut air laut disebabkan pencairan es di arah utara benua Eropa dan Amerika, timbullah sejumlah besar pulau, termasuk gugusan pulau Indonesia. Sewaktu tahap waktu ini juga (3000-500 BC.) Indonesia mulai didiami imigran Mongol dari benua Asia yang lantas melangsungkan pembauran dengan masyarakat asli setempat – Vedik? Setelah itu (dari 1000 SM.).
Gerhana surya genap. Jawa, 11 juni 1983,

  Peleburan sedemikian terjadi dengan pendatang Indo-Aria/Dravidia dan Cina/Mongol lainnya, yang pertama berasal dari benua bawah Asia Selatan India dan yang kedua dari Cina dan jazirah Indo Cina. Rumpun etnis beraneka ragam ini saling membaur bentukkan firasat aspek berbeda-beda Indonesia, coraknya menyelang-nyelingkan dari satu daerah ke yang lain.

Zaman Saka di Indonesia menyaksikan pengenalan pada bahasa Sanskerta dan aksara Palawa oleh Pangeran India Aji Saka (78 M.). Sistem tulis Dewanagari bahasa Sanskerta juga dipergunakan, sebagaimana tertunjuk pada ukiran huruf kuno batu dan perunggu (paracasthies) yang telah digali. Bahasa dan aksara tersebut diadopsi dan disebutkan bahasa Kawi yang mencakupi kosakata dan peribahasa diasalkan pada bahasa Jawa.

  Perhubungan awal dibina dengan negeri seperti India, Cina, baik sejauh Roma dan Yunani pulau Andalas (Sumatra) dinamakan Svarna Dwipa atau "pulau emas", Jawa disebutkan Java Dwipa atau "pulau beras", dan sebuah kerajaan Hindu-Budha Sriwijaya di Sumatra arah selatan sebelah timur, hubungan multilateral ini tidak terbatas pada pertukaran religius dan kultural. Mereka memeprkembangkan relasi diplomatis, dan juga menjangkaukan ruang lingkup luas perniagaan.

  Aliran besar pendatang baru dari negeri lain terus-menerus seperti lazimnya, perkayakan pula perkembangan tamaddun di arsipelase geragau itu. Agama Hindu dan Budha perlahan-lahan membentang dengan damai seluas gugusan pulau ini. Itu diambilkan segala lapisan masyarakat Jawa, tetapi konon terbatas pada kawula elit di pulau lainnya.

TARIKH KERAJAAN HINDU-BUDHA

  Banyak kerajaan terorganisir baik dengan tingkat tinggi peradaban diperintahi raja yang mengadopsi agama Hindu dan Budha. Ini menguraikan kenapa masa historis itu disebutkan Periode Kerajaan Hindu-Budha, berlangsung dari purbakala sampai pada abad ke-16 M.. Sedangkan kebudayaan dan peradabannya yang bercikal bakal dari kepercayaan Hindu dan Budha, disinkretisasi dengan unsur-unsur kultural anterior, zaman itu juga ditunjukkan sebagai masa Hindu-Budha Indonesia.

  Orang Budha semula tiba di Indonesia antara abad pertama dan kedua M.. Mereka membawa Budhisme yang berupa dua mustajilah, Hinayana dan Mahayana. Yang kedua mencanggihkan diri pada abad ke-8 M..

  Sejumlah besar peziarah Cina berlayar ke India melalui selat Melaka. Dalam perjalanannya, banyak yang berhenti dan menyinggahkan diri di Indonesia guna mempelajari lebih tentang Budhisme. Pada tahun 144 M. seorang maharesi Budha Cina, Fa Hsien, kandas dalam badai dan mendarat di Java-Dwipa, atau pulau Jawa, di mana bermukim selama lima bulan. Bagian utara pulau tersebut diperintahi seorang Raja bernama Kudungga. Kutai, di pulau Kalimantan, berturut-turut dikuasai raja Devawarman, Aswawarman dan Mulawarman.

  Sewaktu penjelajah dan ahli ilmu bumi, Ptolemy dari Aleksandria, menulis tentang Indonesia, pulau Jawa atau Sumatra diberikan nama ‘abadiou". Babadnya menggambarkan Jawa sebagai negeri dengan ketatanegaraan, organisasi balatentara, kehidupan sosial, kesenian, ilmu pengetahuan dan pertanian canggih, navigasi dan ilmu falak yang bagus. Terdapat juga pertunjukan mengenai proses percetakan kain "batik" yang sudah diketahui orang setempat. Mereka juga merakit hasil karya logam, memanfaatkan semacam sistem metris dan uang logam tercetak.

  Babad Cina dari tahun 132 M. menjelaskan keberadaan perhubungan diplomatis antar Java-Dwipa dan Kekaisaran Cina.

  Air tinta dan kertas telah dipergunakan di Cina semenjak abad kedua M.. sekitar 502 M. tarikh Cina menyebutkan eksistensi kerajaan Kanto Li di Sumatra Selatan, agaknya pada wilayah Palembang kontemporer. Diperintahi Sri Baginda Gautama Subhadra dan kemudian oleh putranya bernama Pyrawarman dari Vinyawarman yang menciptakan hubungan bilateral dengan Cina. Lantaran kesukaran ejaan atau pelafalan, apa yang disebutkan orang Cina "Kanto Li" barangkali Sriwijaya, suatu kekaisaran mahakuasa. Sambil melakukan perjalanan ke India, peziarah Cina Budha I Tsing mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 M. agar mengkaji bahasa Sanskerta. Orang suci itu kembali ke sana 18 tahun kemudian, 689 M Sriwijaya adalah pusat penelitian agama Budha dan mempunyai banyak sarjana filsafat termasyhur seperti Sakyakirti, Dharmapala dan Vajabudhi.

Raden Wijaya

  Negara itu memelihara perhubungan diplomatis sama kerajaan Nalanda di India Selatan. Misi Sriwijaya membangun sekolah di kampung halaman sana biar supaya orang India dapat mempelajari seni membentukkan patung perunggu dan memperlebar pengetahuan filsafat Budhanya. Dengan penjangkitan Budhisme, pengaruh Sriwijaya menyebarluas ke bagian lain gugusan pulau Nusantara.

  Kerajaan Hindu-Budha terkenal lain yaitu Sailendra di Jawa Tengah atas mana bertakhta raja Dinasti Sailendra. Selama masa kekuasaannya (750-850 M.) candi Budha terkemuka, Borobudur, didirikan. Di tahun 772 M. rumah ibadat Budha lainnya juga dibangunkan, tercakup di sini candi Mendut, Kalasan dan Pawon. Semua tempat pemujaan ini dipelihara sebagai obyek turis berdekatan dengan kota Yogyakarta. Kerajaan Sailendra juga diketahui untuk kekuasaan komersial dan bahar, dan kesenian dan kebudayaan yang kian berkembang. Penuntunan penyanian gugus, dikenal Candra Ca’ana pertama-tama disusun pada tahun 778 M..

  Salah satu inskripsi bahasa Palawa dari tahun 732 M. menyentuh pada nama Raja Sanjaya yang nanti diidentifikasi sebagai Raja Mataram, kerajaaan yang menggantikan Sailendra di Jawa Tengah.

  Candi Prambanan yang ditahbiskan kepada Pangeran Siwa, dirintis pada tahun 856 M. dan kelar pada tahun 900 M. oleh Raja Daksa. Tempat ibadah Siwa lebih awal dikonstruksi di tahun 675 M. di luas pergunungan Dieng, arah selatan sebelah barat Medang Kamolan, ibukota kerajaan Mataram.

  Di samping itu, untuk alasan tidak terang, kerajaan adikuasa Jawa Tengah lenyap dari catatan sejarah dan sebuah negara makmur baru muncul di Jawa Timur. Raja Balitung, yang memerintah antar tahun-tahun 820 dan 832 M., berhasil menyatupadukan kerajaan Jawa Tengah dan Timur. Kesirnaan rekor itu dapat diduga disebabkan mara alamiah atau suatu penyakit sampar.

  Pada akhir abad ke-10 (911-1007 M.) kerajaan berkuasa Singosari timbul di Jawa Timur dinaungi kedaulatan Raja Dharmawangsa yang mana mengkodifikasi undang-undang dan mempersalinkan ke dalam bahasa Jawa wiracarita Mahabharata dan filsafat azasnya, sebagaimana dibeberkan dalam naskah Bhisma Parva. Ke 12 terjemahan kitab suci Hindu Bhagavad Gita juga diperintahkan olehnya.

  Sri Paduka Jayabaya, Raja Kediri 1135-1157 M. mengarang buku dalam apa diramalkan pemerosotan bumi Nusantara, demikianlah menuliskannya, ibu pertiwi akan ditaklukkan suatu bangsa orang berkulit putih disusul masa kekuasaan oleh ras kuning. Bilangannya itu ternyata pemerintahan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang sewaktu Perang Dunia II. Namun Jayabaya memprediksi bahwa Indonesia bakal meraih lagi kemerdekaannya.

  Selama zaman emas Kerajaan Kediri terdapat banyak karya sastra lain yang diciptakan, termasuk versi Jawa Mahabharata oleh Mpu (maharesi) Sedah dan saudara kandung laki-lakinya Mpu Panuluh, hasil karya ini diterbitkan pada tahun 1157.

  Di pulau Jawa bagian barat terdiri kerajaan Tarumanagara, Kanoman, Galuh, Kuningan, Sunda Nykrawati dan Pajajaran, yang terakhir dibina Sri Baginda Maharaja Purana. Kerajaan Pajajaran alhasil berjaya jadikan diri kekuasaan tunggal Sunda Priangan yang berdiri tegap mandiri dalam menghadapi kerajaan sejiran dari arah Timur yang kian ingin melanggarnya.

  Kaisar Mongol, Kublai Khan berupaya serbu tanah Jawa, akan tetapi pasukan tentaranya lama-kelamaan ditidakkan hasil permainan intrik cerdik Raden Wijaya yang lantas mendirikan Negara Majapahit, takdirnya berkembang sampai jadi kekaisaran mahakuasa, kerajaan Sriwijaya di Sumatra Selatan dibinasakan olehnya. Semasa tarikh Majapahit ini sejumlah besar karya kepujanggaan dihasilkan, salah satu di antaranya yakni "Negara Kertagama" oleh pengarang ternama Prapanca (1335-1380 M.). Pelbagai bab kitab ini menggambarkan perikatan diplomatis dan ekonomis antar Majapahit dan sebagian banyak negeri Asia Tenggara terlingkup Myanmar, Thailand, Tonkin, Annam, Kamboja dan juga India. Hasil karya lainnya bahasa Kawi, ragam kesusastraan Jawa kuno adalah "Pararaton", ‘Arjuna Wiwaha", ‘Ramayana" dan "Sarasa Muschaya". Ciptaan itu kemudian ditranslasi ke dalam bahasa Eropa modern demi tujuan edukatif.

  Tamatan abad ke-13, Kekaisaran Sriwijaya mulai runtuh sebagai akibat pemisahan negara pengibah upeti dan penyerbuan massal diselenggarakan Kerajaan India Selatan Cola dan Kerajaan Majapahit. Akhirnya, Sriwijaya saksama ditaklukkan armada laut pembajak Cina yang pada gilirannya meneyerah seusai penyinggahan sementara, kepada Majapahit dengan dukungan Raja Aditiawarman dari Kerajaan Melayu.

  Kerajaan Pajajaran sentiasa menyenakkan diri pada ‘wangsit’ yang dipertuan Majapahit dan dalam sebuah pembanterasan sakrat abad ke-14, penakhta singgasana kiani seiring sejumlah besar kaum ningrat Sunda gugur secara wirawan sembari menundukkan kekuatan balatentara penyerbu dikomandir Gajah Mada, Patih (perdana menteri) Majapahit, setelah tampik-menampik himpitan Raja Hayam Wuruk agar seorang putri Pajajaran diserahkan kepadanya guna melangsungkan pernikahan adiraja, alasan dicari-cari sebagai rangrangan penggabungan negara itu.

Pateram Pajajaran,
pamor; sumberan.

  Dataran tinggi Parahyangan sediakala berhasil elakkan diri dari dominasi Jawa sampai pada kepunahan ta’alanya bilamana pada bagian terakhir abad ke-16 pasukan Islam dari Banten dan Mataram membanjiri wilayah tersebut. Sebagian banyak kerabat kulasentana dinata Pajajaran diperuntukkan mangkat oleh cenangkas di hadapan langsung Khalifah Sultan Banten sehabis menyangkal kalimat ul syahadat, maka oleh karena itu khalayak ramai tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengarungi ketaatan pada kepercayaan monoteistis baru itu.

  Pulau Dewa (Bali) diperintahi Raja Airlangga, terkenal seorang penguasa nan bijak dan tangguh, saluran air dikonstruksi olehnya sepanjang Sungai Brantas yang kini masih dalam pemakaian. Sedikit menjelang ajalnya di tahun 1409 M. kerajaannya dibagi-bagikan jadi negara Jenggala dan Daha atau Kediri yang akan dikuasai kedua putranya.

  Masa takhta Airlangga mengalami perkembangan karya sastra, ceritera roman Panji diprakarsai pada zaman ini hingga sekarang masih populer, yang mana diajarkan sebagai materi perkuliahan baik pada fakultas seni universitas di Thailand, Kamboja dan Malaysia.


Back to Front Page